Kekerasan... Entah dalam bentuk apapun dan dimanapun, saya termasuk orang yang sangat sensitif dengan kata tersebut. Meskipun saya pribadi tidak pernah mengalami langsung karena orang tua saya tidak pernah mendidik anak-anaknya dengan kekerasan, alhamdulillah... Tetapi saya memiliki trauma tersendiri dengan kata kekerasan... Saat saya berumur 14 tahun, sahabat terbaik saya wafat akibat kekerasan... Bahkan saat jenazahnya dikebumikan, darah masih mengalir dari kepalanya.... Itulah alasan mengapa saya benci dengan kekerasan hingga saat ini.. Here we go
Saat saya memasuki bangku kuliah semester awal, seperti biasa terdapat pendidikan ilegal dari sekelompok mahasiswa yang lebih tua dari kami. Saya masih dapat memaklumi jika memang masih wajar, tetapi saat itu berbeda dari yang saya bayangkan. Maaf saya tidak dapat menceritakan detail, tapi yang pasti saya melihat pergelangan tangan kawan saya lebam-lebam kemudian terjadi kericuhan antara kami anak-anak semester awal dengan mahasiswa yang jauh lebih tua dari kami. Akhirnya kami semua dipanggil beserta seluruh mahasiswa2x yang lebih tua dari kami. Beberapa dosen pun turut hadir. Saat kami ditanya mengenai apa yang terjadi, kami semua hanya diam. Saya sangat berharap ada salah satu dari kami yang angkat bicara, namun tak satupun bersuara. Akhirnya saya mengangkat tangan kanan saya sebagai pertanda bahwa saya ingin bicara. Saya masih ingat sekali saat2x menegangkan tersebut, semua mata menuju ke arah saya. Mata dengan tatapan sinis dan juga tatapan penuh harap disuarakannya kebenaran. Tapi saya tidak peduli, saya pun berbicara... Suara saya begetar karena menahan perih rasa trauma yang bangkit... Saya berkata,"Bapak, Ibu. Apa yang Bapak atau Ibu lakukan jika melihat kawan yang terluka seperti ini?" Saya pun mengangkat pergelangan tangan kawan saya yang terluka lebam... Semua mata terbelalak saat itu, sepertinya banyak yang tidak mengira bahwa saya berani membuka tabir yang tertutup selama ini. Mungkin juga mereka tidak mereka bahwa saya akan bersuara, sebab saya terkenal sebagai orang yang tidak banyak bicara. Akhirnya salah satu dosen meminta kami untuk memanggil nama mahasiswa yang melakukan hal tersebut beserta rekonstruksi (reka ulang) kejadian. Setelah itu dosen yang berwenang memberikan peringatan keras lalu kami pun saling meminta maaf. Ternyata tidak hanya sampai disitu... Saat pembagian nilai-nilai mata kuliah, ada 1 mata kuliah saya bernilai C. Padahal semua teman saya mendapat A karena mata kuliah tersebut termasuk mata kuliah yang tidak sulit. Salah satu teman saya pun penasaran, kenapa hanya saya dan kawan dekat saya yang mendapat nilai terendah untuk mata kuliah tersebut. Ia pun bertanya kepada petugas sekretariat mengenai nilai saya, setelah dibuka... Ternyata kehadiran dan quiz saya selama ini tidak diberikan nilai... Padahal saya selalu mengikuti perkuliahan dan quiz. Saat mendengar itu, jujur saya sangat kecewa dan sakit hati. Saya ingin menggugat atas ketidakadilan pada nilai saya tersebut, namun ibu saya berkata,"sudah.. tidak usah diributkan masalah nilai mu. Allah Maha Tahu. Kalau nanti di semester selanjutnya masih seperti itu, kamu boleh menggugat." Saya pun mengikuti perkataan ibu saya... sambil menenangkan diri saya sendiri dan menghilangkan rasa kecewa beserta sakit hati saat itu. Semester selanjutnya, saya benar2x bertekad untuk tidak terlihat cacat untuk mata kuliah yang diajarkan dosen tersebut. Mungkin beliau merasakan dari tatapan mata saya :D Alhamdulillah, usaha dan doa saya membuahkan hasil, nilai saya sesuai dengan usaha yang sangat saya paksakan :D Dan alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar di semester2x selanjut nya :)
Tahukah kalian hikmah dari peristiwa tersebut? :) Sejak tabir tersebut dibuka, pihak kampus menjadi sangat ketat dalam pengawasan kepada mahasiswanya :) Alhamdulillah, sudah tidak terjadi lagi hal-hal tersebut kepada adik-adik kelas kami :) Memang... Pergolakan pasti terjadi sesaat sebelum terjadi perubahan :) Memang... Harus ada orang-orang yang berani untuk terluka saat membuka tabir kebenaran. Memang... Kebenaran itu terasa pahit awalnya, tapi akan berbuah manis pada akhirnya :) Lalu bagaimana hubungan saya dengan mahasiswa2x lebih tua tersebut? Saya tidak menaruh dendam sama sekali dan kami tetap saling sapa jika bertemu :) Yang patut saya benci adalah perbuatannya saat itu, bukan individu/manusia nya :)
Pada umumnya kekerasan yang dilakukan beralaskan "ini cara untuk mendidik!" (dalam bentuk perilaku yang menyakiti fisik, kata-kata kasar yang diucapkan dengan nada tinggi maupun rendah ). Tetapi maaf... Dalam kekerasan, hanya akan ada sakit hati, trauma, dan penghancuran karakter baik sedikit demi sedikit. Jika kalian pernah melihat film "Taare Zameen Par", kalian pasti mengerti apa yang saya maksud :) Saya akan menceritakan sedikit tentang film tersebut. Tokoh utama pada film ini adalah seorang anak kecil. Anak tersebut selalu mendapat nilai yang jelek di sekolah, lebih sering main di luar rumah lalu berkelahi dengan kawan sebaya nya, kemudian selalu dihukum oleh orang tua dan guru2x di sekolah. Hingga pada akhirnya orang tua nya memutuskan untuk mengirimnya ke asrama. Sekolah yang baru tersebut merupakan sekolah terbaik di kota lain, tentu saja kualitas guru yang baik. Namun sayang, keadaan si anak ini justru bertambah buruk. Dia makin sering dihukum oleh guru2x nya, dibentak dengan kata2x "Kamu bodoh!" ; "Kamu pemalas!" kemudian dipukul tangannya dengan rotan, etc. Pada suatu hari datanglah guru seni yang baru. Guru seni tersebut memerintahkan anak2x untuk menggambar apa saja yang mereka suka pada selembar kertas. Semua menggambar dengan antusias kecuali anak tersebut. Anak tersebut hanya diam sambil menunduk. Guru seni ini bertanya ada apa, namun san anak tidak mau menjawab. Usai jam sekolah, guru seni ini bertanya kepada guru2x lain perihal anak tersebut. Namun tanggapan guru2x lain sangat negatif mengenai anak tersebut sehingga guru seni itu pun mencari jalan lain untuk mencari tahu. Guru seni itu pun mencari buku2x hasil pekerjaan dari anak tersebut. Mau tau apa yang dilihat oleh guru seni tersebut? Banyak sekali terdapat kesalahan kata, kemudian huruf2x yang ditulis terbalik. Sang guru pun mengerti kenapa anak tersebut selalu mendapat nilai yang jelek di sekolah. Akhirnya guru seni ini memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua dari anak tersebut untuk mengetahui lebih detail tentang anak ini. Sang guru seni pun dipersilahkan untuk melihat kedalam kamar anak ini. Ternyata... Banyak sekali lukisan2x indah yang bercerita pada dinding anak tersebut, kemudian gambar2x pada kertas hasil karya dari anak tersebut. Akhirnya guru seni itu pun berbicara dengan kedua orang tua anak tersebut. Ada percakapan yang menarik dan sangat saya ingat.
Guru seni : Silahkan bapak baca tulisan itu. (menunjuk ke kotak mainan yang bertuliskan bahasa Cina)
Ayah anak tersebut : Membaca itu? Tidak, aku tidak bisa!
Guru seni : Ayo coba baca kembali.
Ayah anak tersebut : Aku tidak mengerti tulisan maupun bahasa tersebut! Mana bisa aku membaca tulisan itu?!
Guru seni : Ah, kau bodoh! kau pemalas!
Ayah anak tersebut : *hanya diam dan tidak mengerti maksud guru seni tersebut.
Guru seni : Itulah yang anak bapak dapatkan selama ini. Setelah saya amati, anak bapak kesulitan mengenal huruf2x apalagi membacanya. Lihat! (sambil membawa buku anak tersebut kemudian menunjukkan kesalahan2x kata, huruf2x yang ditulis terbalik). Kelainan ini disebut dislexia. Tapi lihat, anak ini istimewa, dia melukis lukisan2x indah di kamarnya. Dia tidak bodoh, hanya saja memiliki gangguan dalam menulis dan membaca.
Kemudian sang orang tua pun mengerti dan meminta tolong guru tersebut untuk mencari jalan keluarnya. Guru seni ini sudah menaruh kekhawatiran karena di sekolah sang anak sudah tidak mau melukis sama sekali, padahal melukis adalah kegemaran anak itu.
Saat mengajar di kelas anak tersebut, sang guru seni pun memberikan prolog sebelum ia mengejar. Saya suka sekali prolog ini. Prolog ini benar2x membuat kepercayaan diri anak tersebut bangkit. Prolog tersebut menceritakan tentang kisah anak-anak yang sangat kesulitan dalam mempelajari sesuatu, sangat sulit dalam mengerti kata bahkan huruf yang dibaca, namun di masa depannya justru dari anak-anak inilah science dan teknologi modern berkembang. Contoh nyata dari anak2x penderita dislexia saat itu adalah Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Alexander Graham Bell, Thomas Alva Edison.
Saat kepercayaan diri anak tersebut mulai bangkit, guru seni ini pun menawarkan jam kelas ekstra hanya untuk anak ini. Sang guru mengajarkan menulis tiap huruf di atas pasir dengan jari telunjuk dari anak tersebut. Kemudian membaca dengan sangat perlahan lalu menuliskannya di atas pasir. Metode pembelajaran seperti ini benar-benar berhasil untuknya meskipun membutuhkan waktu serta proses yang panjang. Akhirnya ia pun dapat menulis dengan benar, membaca dengan tidak terbata, mengerti maksud dari kalimat yang ia baca :)
Diakhir film ini, sang guru seni menggelar perlombaan melukis untuk semua murid dan guru yang berada di sekolah tersebut. Juri merupakan guru sepuh yang dulu mengajarkan sang guru seni untuk melukis. Dari semua peserta, sang anak yang dahulu dikucilkan itulah yang menjadi pemenang pertama :)
Hanya dengan kasih sayang suatu pendidikan akan menjadi efektif dan melahirkan insan-insan berakhlak mulia, berkembangnya karakter2x baik dengan maksimal, dan berhati halus :) Mendidik membutuhkan waktu serta proses berkala dan kekerasan tidak dapat dijadikan pemicu dalam mempersingkat proses. Pendidikan itu seharusnya mendidik bukan mendadak :)
***
Aku orang malam yang membicarakan terang. Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang -Cahaya Bulan-
Words are so powerful. You can lift someone up or put someone down. You can help someone or hurt someone. You can love someone or hate someone. You can make a difference in someone's life. Please choose your words carefully! -Unknown-
No comments:
Post a Comment