Wednesday, May 1, 2013

Tentang Aku, Kamu, Mereka...Tentang INDONESIA (Catatan seorang kawan yang sedang berjuang di pulau Bawean, Indonesia)

Koko sedang mengajarkan lagu wajib nasional

Kepada Yth.
Teman-teman Sebangsa dan Setanah Air
Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr.Wb
                Apa kabar teman-teman? Semoga sehat dan sukses selalu. Dalam kesempatan ini, aku ingin sedikit bercerita tentang pengalamanku mengenal Indonesia lebih dekat. Ya, Indonesia, termasuk di dalamnya adalah Pulau Bawean.
                Tiga bulan sudah aku di Pulau kecil nan indah di tengah Laut Jawa ini. Aku mulai mengenal Pulau Bawean dan lika-liku masyarakatnya jauh lebih dalam. Meskipun pulau ini terletak di bagian tengah nusantara, tapi ternyata tak ubahnya pulau-pulau kecil di daerah perbatasan sana, rawan dengan sesuatu yang bernama “Nasionalisme”. Miris rasanya saat aku bertanya kepada anak-anak muridku, “Apa Ibukota Indonesia?”. Mereka menjawab dengan ragu-ragu, “Surabaya, eh Kuala Lumpur”. Atau saat aku meminta menuliskan nama negara maritim tercinta ini dengan tumpukan daun, mereka menuliskan sebuah kata, INDONISIA. Dan satu kisah lagi, saat sedang ada perlombaan paduan suara, bisa dihitung dengan jari hanya ada beberapa anak yang hafal lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya.
                Begitulah Bawean, “kurang” kenal dengan Indonesia. Namun jauh lebih kenal dengan negara lain. Ditinjau secara sejarah, sudah sejak puluhan atau ratusan tahun lalu Bawean memiliki hubungan erat dengan Malaysia dan Singapura. Tradisi masyarakat Bawean adalah merantau. Kemanakah tujuannya? Malaysia dan Singapura. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pekerja kasar di negeri tetangga itu. Tradisi tersebut masih berlangsung hingga sekarang. Sehingga masyarakat Bawean lebih banyak jumlahnya di Malaysia dan Singapura daripada di pulaunya sendiri. Hal ini pula lah yang menyebabkan pertumbuhan penduduk di Bawean selalu tetap. Masyarakat Bawean sendiri menganggap pulau mereka hanyalah tanah untuk lahir dan menutup mata. Sementara hidup mereka di negeri tetangga, negeri yang memberikan mereka rezeki yang lebih terjamin daripada negeri kelahirannya sendiri.
                Mayoritas anak-anak Bawean tinggal tanpa orangtuanya, terutama Ayahnya. Tak perlu ditanya kemana perginya ayah mereka, hanya ada 2 jawaban, Malaysia atau Singapura. Semua pernak-pernik si anak juga merupakan hasil kiriman ayahnya dari Malaysia atau Singapura. Mulai dari baju timnas Malaysia, baju kurung khas Malaysia, perabotan rumah tangga, sampai buku-buku tulis mereka yang bersampulkan Pancasila ala Malaysia. Bukan salah mereka jika mereka lebih kenal Malaysia daripada Indonesia.
                Teman-teman, aku disini sedang sedikit berusaha melakukan hal kecil untuk menanamkan nasionalisme di dalam dada dan darah anak-anak Pulau Bawean. Aku hanya mampu mendorong pelaksanaan upacara bendera secara rutin di sekolah, bekerja sama dengan Karang Taruna setempat untuk mengadakan lomba-lomba dengan tema nasionalisme, juga memperkenalkan video, cerita, budaya, dan musik nasional/daerah khas Indonesia.
Bicara tentang musik dan seni, bidang ini memiliki potensi terbesar kedua di Bawean (setelah Olahraga) untuk berpacu dalam prestasi. Anak-anak sangat antusias ketika aku mengajarkan musik dan seni nasional seperti lagu Indonesia Raya, Tanah Air, Indonesia Pusaka dan lagu lainnya. Namun sejauh ini, aku terkendala dengan ketiadaan alat musik harmonis disini untuk mengajar lagu wajib nasional dan daerah. Bertahun-tahun, alat musik yang anak-anak kenal hanyalah alat musik diatonis sederhana seperti rebana, kercekan, bambu dan ember plastik.
Sebuah pianika dan seruling yang dikirim salah seorang temanku dari Jakarta, dengan suksesnya membuat anak-anak berkumpul mengerubungiku. Saat aku mengalunkan beberapa lagu wajib nasional, anak-anak mulai dari TK hingga SD menyanyikan liriknya mengikuti harmoni pianika yang aku mainkan. Tak jarang mereka melihat buku lagu wajib nasional untuk melihat liriknya. Beberapa anak tampak bangga ketika mereka hafal lagunya. Ibu-ibu dan Bapak-bapak pun bersenandung mengikuti lagu yang baru saja aku mainkan, meskipun masih tanpa lirik. Indah sekali rasanya mendengar lagu Indonesia Raya, Tanah Air, Indonesia Pusaka, Hymne Guru, Syukur dan lagu-lagu nasional lainnya kini mulai memasuki babak baru dunia musik mereka J.
Teman-teman, ada satu kisah menarik tentang Titin. Titin (Agustina) adalah salah seorang murid kelas 4 di SD ku. Ia -selalu- secara spontan menyanyikan lagu Tanah Air bersama alunan musik yang aku mainkan dari sebuah seruling. Aku melihat Titin tampak menikmati dan menjiwai lagu tersebut. Lagu itu pula lah yang membawanya keluar dari Pulau Bawean sebagai juara lomba menyanyi dan mewakili kabupaten Gresik di tingkat Provinsi Jawa Timur. Kini setiap ingat lagu Tanah Air, aku selalu ingat Titin. Aku selalu ingat suaranya yang sangat menghipnotis.
Teman-teman, alangkah senangnya anak-anak apabila dapat memainkan alat musik harmonis sambil menyanyikan lagu wajib yang mereka pelajari. Tentunya tanpa berebut alat. Satu pianika dan tiga seruling yang ada kini memang masih menjadi primadona dan rebutan anak-anak. Oleh karena itu, aku mengajak teman-teman untuk sedikit berbuat untuk mereka, untuk adik-adik kita, calon penerus bangsa. Tentunya bangsa Indonesia, bukan Malaysia atau Singapura.
Teman-teman dapat membantu mengirimkan alat musik harmonis yang teman-teman miliki. Atau dengan menyisihkan sedikit rezeki teman-teman untuk membeli alat musik harmonis seperti pianika, seruling, kolintang, dan angklung. Sedikit hal yang teman-teman lakukan tersebut berpengaruh besar terhadap mereka. Ingat, beberapa tahun lagi adalah masanya mereka untuk membangun Indonesia. Semoga semangat nasionalisme yang kita tanamkan hari ini meresap jauh ke dalam nurani mereka.
Selanjutnya kita tinggal menunggu bibit yang kita tanam hari ini berbuah manis di kemudian hari. Alangkah indahnya jika di suatu pagi yang cerah, pagi dimana kita menghabiskan waktu di kursi goyang dengan rambut yang telah memutih, lalu datang sepucuk surat dari Pak Pos. “Terima kasih telah mengajariku banyak hal tentang Tanah Airku, Indonesia, _dari Putra Bawean yang baru saja menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan masyarakat dunia_”. Indah sekali membayangkan saat-saat seperti itu. Ya, bukan tidak mungkin merekalah (putra-putri Bawean) yang akan mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia beberapa tahun mendatang. Dan, Indonesia Raya yang mereka nyanyikan disana selalu akan menjadi saksi buah manis dari hal kecil yang kita tanam bersama hari ini.
Teman-teman, aku tunggu partisipasinya. Aku tunggu perbuatan mulia teman-teman. Aku percaya teman-teman semua adalah orang-orang yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Ya, aku percaya, karena teman-teman, aku, dan mereka adalah sama, Putra Indonesia yang cinta Tanah Air dan peduli sesama. 

>> Now Playing: Tanah Air
Tanah air-ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya PERGI JAUH
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau ku hargai

Walaupun BANYAK NEGERI KUJALANI
YANG MAHSYUR PERMAI dikata orang
Tetapi tanah dan rumahku
Disanalah ku rasa tenang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubangakan

                Terima kasih untuk perhatian dan waktu teman-teman. Salam hangat dari bawah langit Bawean yang indah. Bawean-ku, Indonesia-ku.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wahyu Setioko (Koko)
SDN 2 Kepuh Legundi
Dusun Panyal Pangan, Desa Kepuh Legundi
Kecamatan Tambak, Pulau Bawean
Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur
Kode pos 61182

No comments:

Post a Comment